Amerika, Afghanistan dan Muslim Indonesia

Pekan ini perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan memiliki bukti yang meyakinkan bahwa 90 warga sipil Afghanistan, sebagian besar dari mereka anak-anak, telah terbunuh oleh serangan udara pasukan koalisi yang dipimpin Amerika sepekan sebelumnya.

Korban di kalangan sipil oleh serangan militer Amerika telah menjadi kabar rutin dalam beberapa tahun terakhir.

Pemerintah Amerika nampak tidak peduli pada pelanggaran serius hak asasi manusia seperti ini. Dengan sedikit pengecualian, media-massa dan publik Amerika juga tidak peduli. Bahkan khalayak internasional pun kurang peduli.

Ada sebagian penjelasan: bawah sadar banyak orang memaklumi bahwa warga Afghanistan (dan Irak) memang layak diperlakukan tidak manusiawi. Taliban… Al Qaeda… Bukankah mereka layak dibasmi seperti lalat?

Tragedi 11 September adalah pangkal soalnya. Tragedi itu memberi “otoritas moral” kepada Amerika sebagai korban untuk membalas dendam, melakukan apapun jika perlu. Tragedi itu juga memberi permakluman kepada kita: Amerika memang wajar melakukan itu.

Tentu saja, sangat wajar publik Amerika marah menyusul Tragedi 11 September; dan sudah semestinya pula kita di luar Amerika bersimpati. Tapi, pekerjaan siapa ini sebenarnya? Adakah tim pencari fakta independen, mahkamah independen?

Inilah perlunya kita memeriksa lebih kritis Tragedi 11 September, juga dua Tragedi Bom Bali yang ditudingkan kepada Jemaah Islamiyah. Sebuah ajakan yang sering saya utarakan beberapa tahun terakhir dengan risiko saya disebut mengidap “teori konspirasi”. Luthfi Assyaukanie dari Jaringan Islam Liberal secara serampangan menyebut orang yang bertanya seperti saya sebagai “pembela teroris”. (Islam Benar Versus Islam Salah dan Para Pembela Teroris)

Peristiwa besar Tragedi 11 September telah menjadi dalih bagi Amerika mengangkangi dua negeri sekaligus: Afghanistan dan Irak, yang secara geopolitik sangat strategis dan kaya akan minyak. Sebuah peristiwa yang membuat kita secara umum tidak kritis, dan bahkan memahami tindakan Pemerintah Amerika sebagai masuk akal.

Di kalangan Muslim sekuler Indonesia, kebencian pada paham konservatif Taliban juga membuat mereka tidak kritis. Tidak kritis pula memeriksa “Terorisme Jemaah Islamiyah” di Indonesia, yang bagi saya merupakan kepanjangan “war on terror” Amerika.

Heboh “Teror Antraks Al Qaeda 2002” yang ternyata palsu dan temuan The New York Times belum lama ini mengenai perselingkuhan Pentagon dan jaringan televisi Amerika untuk menjual kebijakan brutal menyerbu Irak merupakan indikasi kuat bagi kita untuk mempertanyakan kebenaran Tragedi 11 September, yang sebagian besar kini masih merupakan misteri.

Saya tidak setuju paham Taliban atau Al Qaeda (bahkan jika yang terakhir ini ada). Namun, terlalu tergesa untuk memvonis mereka bersalah dalam Tragedi 11 September. Dan lebih tergesa-gesa lagi langkah Amerika yang praktis secara unilateral menjatuhkan hukuman, tidak hanya pada Afghanistan tapi juga pada Irak. Lihat pula skandal Guantanamo yang menyalahi prinsip-prinsip dasar hubungan internasional.

Tentu saja ada kecenderungan ngawur di kalangan “pembela Islam” yang bersikap kritis anti-Amerika tanpa tahu apa yang dikritik. Dan menyedihkan bahwa kebrutalan Front Pembela Islam, dalam kasus Ahmadiyah misalnya, telah dibungkus seolah-olah merupakan perlawanan terhadap konspirasi Amerika dan Inggris.

Sebaliknya dari itu, kebrutalan FPI telah menjadi bukti pembenar yang solid betapa Islam itu memang suka kekerasan, yang membuat masyarakat internasional dan kalangan non-Muslim tidak bersimpati kepada Muslim bahkan jika orang Islam benar-benar tertindas.

Mengherankan bahwa kebrutalan FPI tadi didukung oleh organisasi-organisasi Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan Forum Umat Islam.

Penyangkalan sejumlah organisasi itu terhadap prinsip hak asasi manusia dan demokrasi, yang mereka sebut sebagai produk kafir, juga telah membuat mereka kehilangan hak untuk mempertanyakan kebrutalan pasukan Amerika. Tidak ada landasan bagi mereka untuk mengecam Amerika. Yang tersisa adalah logika membunuh atau dibunuh.

Baik FPI maupun organisasi pendukungnya telah memberi andil, mungkin tanpa mereka sadari, pada nasib buruk yang menimpa warga sipil Afghanistan dan Irak dalam bentuk kurangnya simpati internasional terhadap mereka.****

2 thoughts on “Amerika, Afghanistan dan Muslim Indonesia

Leave a comment